Beranda / Kisah Inspiratif

Echi Pramitasari Kursi Roda Membawaku Menelusuri Hidup yang Luar Biasa

Aku terlahir sebagai non disabilitas, saat itu aku bersekolah disalah satu sekolah menengah atas negeri di Bandar Lampung, letak sekolahku bersebrangan dengan sebuah sekolah luar biasa (SLB). Yang ku tahu disana merupakan tempat sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus (down syndrome) dan bagi pengguna kursi roda, ya hanya itu. Terkadang aku memperhatikan jika mereka sedang waktu istirahat, mereka bermain di sebuah lapangan persis di depan gedung utama sekolahnya, tertawa bersama dan berkejar-kejaran tanpa beban.

Sampai suatu ketika saat aku duduk dikelas 3 SMA, sepulang bimbingan belajar aku menghindari mobil di depan yang mengerem mendadak, karena terkejut aku berusaha menghindarinya dan sampailah aku mengalami kecelakaan bermotor. Aku dibawa ke rumah sakit daerah dan segera mendapatkan penanganan medis. Karena penanganan nya yang sangat lambat, keluarga ku memutuskan untuk memindahkan aku ke salah satu rumah sakit swasta disana, sesampai disana aku langsung diminta melakukan rontgen. Setelah keluar hasil rontgen dokter menyampaikan jika aku mengalami patah tulang belakang dan harus segera di operasi. Keluargaku sangat terkejut saat dokter menyarankan untuk merujuk aku ke RSCM di Jakarta dan melakukan operasi tulang belakang disana. 

Sesampai di RSCM dokter menyarankan untuk segera dilakukan operasi tulang belakang dan pemasangan pen di tulang punggungku karena aku mengalami cidera di bagian torakal ruas 7 dan 8, serta operasi pemasangan plat di bagian rahang karena setah di CT scan bagian rahangku pun terdapat retakan. Dokter mendiagnosaku dengan penyebutan medis Paraplegia (orang yang mengalami cidera dibagian tulang belakang dan mengakibatkan 2 bagian anggota geraknya kehilangan atau menurun fungsinya).

 Saat itu dokter tidak pernah mengatakan jika aku tidak bisa berjalan kembali/lumpuh, yang ku dengar dokter hanya menyampaikan kepada keluargaku jika proses penyembuhan setiap pasien yang mengalami cidera di tulang belakang berbeda-beda ada yang 3 bulan, 6 bulan, 1, tahun, 5 tahun atau lebih tergantung tingkat keparahannya. Dan ya mungkin aku salah satu yang terparah karena sudah hampir 10 tahun kondisi ku masih sama.

Aku sempat mengalami masa drop dan belum bisa menerima diriku akan perubahan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu. Kenalanku pun menyarankan aku untuk rehab medik di rumah sakit Fatmawati Jakarta untuk belajar kemandirian dan selama 3 bulan lamanya aku belajar kemandirian di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Disanalah awal mula aku belajar hidup mandiri di Jakarta, aku tinggal di sebuah Yayasan pengguna kursi roda di Jakarta, disana banyak orang yang mengalami kondisi sepertiku dengan berbagai macam latar belakang. Akupun mulai merasa tidak sendiri, perlahan aku mulai belajar untuk menerima diriku dan kondisiku.  Aku mulai akrab dengan sapaan disabilitas. 

Rasa percaya diriku pun mulai kembali, aku mulai berani kembali untuk memiliki mimpi dan mengejar cita-citaku, tentunya dengan usaha dan iringan doa dan dukungan dari orang tua, keluarga dan orang-orang yang menyayangiku.

Suatu ketika ada pengumuman lomba IT di Korea, aku mencoba untuk mendaftar, dan takdir Tuhan aku menjadi salah satu perwakilan dari Indonesia untuk mengikuti Global IT Challenge for Youth with Disabilities di Korea Selatan saat itu, ada beberapa perwakilan dari Indonesia dengan ragam disabilitas. Sebelum kami berangkat kami dibekali pelatihan dari instruktur yang sangat kompeten dibidangnya terkait materi yang akan dilombakan selama 1 minggu di Pusat TIK Nasional Kementerian Kominfo, dan kami mendapatkan juara 3 untuk kategori E-Design se-asia pasifik. Sebuah kebanggaan bagiku, dan dari situ aku mulai berfikir jika menjadi disabilitas adalah takdir terbaik dari Tuhan, mungkin jika aku tidak menjadi disabilitas aku tidak akan mendapatkan kesempatan itu.

Aku pun mulai tertarik dengan IT, aku mulai sering mengikuti pelatihan TIK yang diadakan Pusat TIK Nasional Kementerian Kominfo. Sampai akhirnya Pusat TIK Nasional saat itu mengadakan kegiatan Jambore Nasional bagi Disabilitas dan aku berkesempatan untuk ikut training of trainer (ToT) bagi instruktur. 

Aku mulai sering diundang untuk mengisi materi pelatihan disana dan terlibat dikegiatan lainnya. Hingga akhirnya ada pembukaan pegawai pemerintah non PNS bagi disabilitas yang dibuka oleh Pusat TIK Nasional Kominfo. Singkat cerita aku diberi kesempatan untuk bisa menjadi bagian dari Pusat TIK Nasional Kementerian Kominfo (Pustiknas). Tentu hal ini menjadi sesuatu yang tidak pernah bisa aku bayangkan sebelumnya, dari mulanya aku sebagai peserta pelatihan, lalu menjadi peserta ToT, menjadi instruktur dan sampai akhirnya aku bisa menjadi bagian dari Kementerian Kominfo. Sebuah kebahagiaan tersendiri bagiku karena aku merasa aku bisa melakukan banyak hal, bisa bermanfaat, dan bisa berbagi dengan kemampuan yang aku punya kepada teman-teman disabilitas melalui pelatihan TIK.

Aku juga terlibat dalam kegiatan tahunan bagi disabilitas yaitu Jambore Nasional bagi disabilitas yang diselenggrakan oleh BAKTI Kominfo. Aku ikut ambil bagian baik sebagai panitia kegiatan maupun instruktur pelatihan. Aku bertemu banyak teman-teman disabilitas baik itu disabilitas mental, intelektual, penglihatan dan pendengaran dari seluruh Indonesia. Akupun menyadari jika kebutuhan pelatihan TIK sangat dibutuhkan oleh teman-teman disabilitas, apalagi disaat seperti ini dimana segala sesuatunya sudah berkembang dan segala sesuatu sudah berkaitan dengan TIK.

Aku terus berusaha meningkatkan kompetensi dan kapabilitasku untuk menjadi lebih baik dan agar bisa lebih banyak menyebarkan hal baik bagi teman-teman disabilitas, aku mencoba bekerja sambil kuliah, mengikuti kegiatan-kegiatan volunteer, konferensi, youthcamp dan lain-lain. Sampai aku medapatkan kesempatan mengikuti international study program mewakili youth disability people untuk Indonesia di Korea, disana aku belajar banyak hal terutama dalam bidang Pendidikan, Pekerjaan dan Penghidupan yang layak di Korea Selatan. Sampai akhirnya aku pun merasa terpanggil untuk bisa lebih membantu teman-teman disabilitas dengan mendirikan Yayasan Paradifa Prama Indonesia bersama dengan teman-teman yang memiliki mimpi yang sama untuk bisa memberikan kesempatan dan kesetaraan bagi teman-teman disabilitas dalam dunia Pendidikan khususnya TIK. 

Aku belajar melihat dari 2 sisi baik dulu sebelumnya aku sebagai non disabilitas dan saat ini aku sebagai disabilitas, teman-teman disabilitas ternyata jauh memiliki banyak hambatan dan diskriminasi terutama dalam hal mengakses pendidikan, pekerjaan, fasilitas umum dan sektor lainnya. Baik itu karena adanya hambatan lingkungan maupun masih adanya stigma masyarakat. 

Oleh sebab itu aku ingin terus bisa menjadi bagian perubahan dan melakukan hal kecil yang bisa berdampak besar bagi teman-teman disabilitas Dengan terus melakukan edukasi, sosialisasi, dan mengadvokasi teman-teman non disabilitas dan berbagai macam pihak melalui sharing-sharing yang aku lakukan. Akupun menyadari jika pencapaian yang sudah aku dapatkan ini tidak selalu bisa diukur dari pendidikan, pekerjaan, kemandirian atau materi yang aku punya. Tapi lebih kepada kebermanfaatan aku untuk lingkungan sekitar aku dan terutama bagi teman-teman disabilitas.

Aku ingin terus bisa bergerak menjadi bagian perubahan untuk masa depan yang lebih baik dan memajukan teman-teman disabilitas walau dengan keterbatasan yang aku miliki. Dan kemauan ini yang belum banyak dimiliki oleh teman-teman disabilitas, padahal sebenarnya mereka sudah punya kesempatan tapi belum memiliki kemauan yang sungguh-sungguh. 

Dan aku bersyukur aku punya kemauan itu, dan aku sadar aku tidak sendiri, banyak orang baik disekelilingku yang juga mau berjuang memperjuangkan kesetaraan, kesamaan dan kesempatan bagi teman-teman disabilitas.

Bagikan Kisah Inspiratif ini

Kisah Inspiratif Terkait

Kisah Inspiratif Lainnya